PIDIE Jaya adalah Kabupaten pemekaran dari Kabupaten Pidie, dimana daerah yang beribukota di Meureudu ini telah selesai menyelenggarakan Pilkada Bupati/Wakil Bupati Pidie Jaya untuk pertama kalinya tanggal 25 Oktober 2008 yang diikuti oleh 10 pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Pidie Jaya baik yang mencalonkan diri melalui jalur independen maupun yang ”berjuang” melalui partai politik.
Hasilnya adalah Pilkada ini tidak bisa menghasilkan pemenang karena tidak ada satupun pasangan dari 10 pasangan yang bertanding mendapatkan minimal 30% ditambah 1, sehingga harus dilaksanakan putaran kedua yang akan diikuti dua pasangan peraih suara terbanyak pada putaran pertama, dimana kedua pasangan tersebut berasal dari jalur independen.
Hasilnya adalah Pilkada ini tidak bisa menghasilkan pemenang karena tidak ada satupun pasangan dari 10 pasangan yang bertanding mendapatkan minimal 30% ditambah 1, sehingga harus dilaksanakan putaran kedua yang akan diikuti dua pasangan peraih suara terbanyak pada putaran pertama, dimana kedua pasangan tersebut berasal dari jalur independen.
KIP Pidie Jaya sendiri melalui Basri M Sabi (Ketua KIP Pidie Jaya) telah menyatakan bahwa Pilkada Bupati/Wakil Bupati Pidie Jaya putaran kedua, akan dilaksanakan pada 17 Desember 2008 mendatang, dengan mempertemukan dua pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Pidie Jaya.
Yakni pasangan nomor 6 Drs H. M Gade Salam/M Yusuf Ibrahim yang mendapatkan 16.449 suara atau 23,90%.dengan pasangan nomor 7 yaitu Ir Yusri Yusuf/Drs Muhammad AR yang mendapatkan 16.955 suara atau 24,63%. Pada putaran pertama yang lalu pasangan Ir Yusri Yusuf/Drs Muhammad AR unggul tipis dibandingkan pasangan Drs HM Gade Salam/M Yusuf Ibrahim.
Setiap membicarakan dan menganalisa ”perhelatan politik” yang terjadi di Provinsi NAD terutama pasca MoU Helsinki, maka ada dua pernyataan penting yang selalu ditunggu-tunggu jawabannya oleh masyarakat luas yaitu siapakah pasangan yang didukung oleh eks GAM atau KPA serta apakah ”pesta demokrasi” tersebut, bisa berjalan dengan aman dan lancar tanpa intimidasi, teror, propaganda ataupun black campaign.
Kedua pertanyaan ini layak penting karena diakui atau tidak KPA (organisasi yang dibentuk mantan kombatan GAM. Namun sampai saat ini belum pernah didaftarkan ke Kesbang Linmas Politik Provinsi NAD ataupun Kabupaten/Kota), adalah menjadi faktor penting dalam setiap perhelatan politik serta situasi NAD yang masih dalam transisi demokrasi.
Sehingga adalah sebuah prestasi menarik untuk dikaji jika Pilkada dilaksanakan tanpa intimidasi, teror dll. Karena bagaimanapun juga, walaupun pelaksanaan Pilkada tahun 2006 mendapatkan pujian dari Uni Eropa, tapi juga tidak terlepas dari praktik-praktik intimidasi dll.
Berdasarkan hasil pemantauan berbagai kalangan sebelum dan selama Pilkada putaran pertama di Pidie Jaya ataupun laporan media massa, maka dapat disimpulkan bahwa masih adanya intimidasi/teror terhadap keluarga.
Masing-masing pasangan serta tim sukses, peran aparat yang kurang maksimal dan cenderung apatis dalam menyikapi pelanggaran Pilkada, adanya arogansi kelompok tertentu. Adanya TPS yang tidak dijaga/terlambat dijaga oleh aparat keamanan, kurang sosialisasi tentang Pilkada, petugas KIP kurang tegas dalam menjalankan tugasnya, serta suara dukungan KPA yang tersebar kepada 3 (tiga) pasangan yaitu Drs. HM Gade Salam/M Yusuf Ibrahim, Drs Tgk Nasruddin Hasan/Drs Ridwan M Ali serta pasangan Said Muhammad/H. Irsyadullah, SE.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika AKBP Dedy Setyo (Kapolres Pidie) mengatakan berdasarkan analisa dan informasi yang dihimpun Polisi, putaran kedua yang akan mempertemukan pasangan Yusri Yusuf/Muhammad AR dan M. Gade Salam/Yusuf Ibrahim, sangat rawan terhadap kemungkinan terjadinya konflik.
Polres Pidie memperkirakan Pilkada Pidie Jaya putaran kedua, potensi konfliknya lebih tinggi dibandingkan Pilkada putaran pertama. Untuk itu, kedua pendukung kandidat harus berkompetisi secara fair dalam rangka menutup kran konflik. Potensi konflik akan diperkirakan akan berpeluang lahir, jika kedua pendukung tidak bertarung secara benar. Apalagi sempat adanya intimidasi kepada pendukung tertentu, untuk memaksa memilih calon yang diusungnya.
Pernyataan atau sinyalemen Kapolres tersebut ada benarnya, karena tanggal 31 Oktober 2008 terinformasi dari masyarakat bahwa ada kelompok tertentu yang telah memanggil seluruh kepala desa di Kecamatan Meurah Dua dan Kecamatan Meuredu, untuk mengajak masyarakat dengan cara mengintimidasi dan mengancam agar memilih pasangan yang didukung kelompok tersebut pada putaran kedua Pilkada Bupati/Wakil Bupati Pidie Jaya.
Sementara itu, Adnan Beuransyah, juru bicara Partai Aceh dalam sebuah situs berita pernah mengatakan, sejauh ini Partai Aceh tetap menghormati pilihan masyarakat Pidie Jaya, serta ini menunjukkan keterbukaan Partai Aceh dalam soal pesta demokrasi.
Walaupun pasangan Gade Salam/M Yusuf Ibrahim sampai saat ini menempati peringkat kedua dalam Pilkada Bupati/Wakil Bupati Pidie Jaya. Perolehan suara pada Pilkada ini bukan mencerminkan turunnya kepercayaan rakyat kepada Partai Aceh/KPA, namun karena masyarakat mempunyai pilihan sendiri.
“Kekalahan pasangan yang didukung KPA atau Partai Aceh pada Pilkada Bupati/Wakil Bupati Pidie Jaya, kemungkinan disebabkan karena suara kami terbagi-bagi. Setidaknya ada 3 (tiga) calon pasangan Bupati/Wakil Bupati Pidie Jaya yang meminta dukungan kepada KPA atau Partai Aceh,” tambah alumnus IAIN Ar Raniry ini.
Hati-hati Memilih
Pilkada putaran kedua Bupati/Wakil Bupati Pidie Jaya harus dicermati dan diikuti secara seksama oleh masyarakat khususnya Pidie Jaya, agar tidak salah dalam memilih calon kepala daerahnya. Sebab kesalahan dalam memilih calon Kepala Daerah maka segala resiko, ketidakberhasilan, kegagalan ataupun keberhasilan akan dinikmati secara bersama-sama oleh anggota masyarakat.
Oleh karena itu, sebagai langkah yang baik untuk menghadapi Pilkada Bupati/Wakil Bupati Pidie Jaya, maka masyarakat harus memperhatikan program kerja yang ditawarkan kedua pasangan serta kemampuan kedua pasangan, untuk merealisasikan program kerja tersebut. Hal ini penting agar tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi di Pidie Jaya bisa segera berakhir.
Disamping itu, masyarakat juga harus memilih pasangan calon Kepala Daerah yang bisa semakin mengeratkan hubungan antara Pemerintah Pusat, Pemprov NAD serta Pemkab Pidie Jaya pada khususnya, agar setiap program kerja ataupun langkah yang akan diambil Kepala Daerah nantinya akan tetap mendapatkan dukungan dari Pemerintah Pusat ataupun Pemprov NAD, sehingga mutlak mempelajari “latar belakang” calon Kepala Daerah apakah akan memimpin secara arogan, memimpin one man show atau akan memimpin dengan cara-cara mengutamakan kepentingan kelompoknya, karena misalnya sudah terlanjur membuat kontrak politik baik tertulis ataupun lisan dengan kelompok tertentu yang intinya menjanjikan proyek, jabatan ataupun lainnya.
Penting untuk diingat oleh masyarakat Pidie Jaya bahwa “kesalahan” dari masyarakat di daerah Kabupaten/Kota yang lainnya dalam memilih Kepala Daerah hanya karena faktor-faktor ego sentris, kelompok seperjuangan ataupun karena faktor takut terintimidasi harus dikesampingkan.
Bagaimanapun juga, di era demokratisasi seperti sekarang serta mengingat di Nanggroe Aceh Darussalam sedang diterapkan syariat Islam. Maka rakyat sebaiknya memilih pasangan calon Kepala Daerah yang tidak melakukan money politics, tidak berjanji muluk-muluk dan tidak melakukan intimidasi baik secara langsung, melalui tim suksesnya ataupun pihak ketiga, karena sejatinya dalam Islam “intimidasi dan money politics adalah haram dan perbuatan dosa”. (*)
*) Kedua penulis adalah pemerhati masalah kekinian Aceh. Tinggal di Banda Aceh.
Siapa yang Akan Unggul di Pilkada Pidie Jaya?
December 02, 2008
0 komentar: