Cholidi “Azzam” KCB: Jadikan Film Sebagai Media Amal Berantai

BAGI aktor pendatang baru pemeran tokoh Khairul Azzam dalam film Ketika Cinta Bertasbih (KCB), Cholidi Asadil Alam, film pertamanya tersebut merupakan media yang efisien untuk menjalankan dakwah sebagai amal berantai. Karena film ini pula ia bisa menginjakkan kakinya Di Banda Aceh sebagai kota ke 17 tour KCB.

Film ini diputar sebanyak enam kali di Gedung Chik di Tiro sejak Jumat malam hingga Minggu (11-12 Juli), berikut menggelar jumpa fans yang dihadiri Cholidi, Oki Setiana Dewi (Anna), Meyda Sefira (Husna) dan Habiburahman El Shirazy, sang penulis novel KCB. Menurut pria kelahiran 30 Maret 1989 ini, setiap kebaikan yang diperlihatkan pada film tersebut diharapkan mampu menginspirasi jutaan penonton untuk melakukan kebaikan kepada orang sekelilingnya.

“Motivasi awal saya ikut kasting film KCB karena ini film dakwah, sebab film adalah media yang efisien untuk mempengaruhi masyarakat. Bisa jadi amal berantai,” paparnya kepada Serambi usai menikmati suguhan makanan khas Aceh di Rumah Makan Ayam Tangkap Cut Dek, Sabtu (11/7). Awalnya, Cholidi yang mengaku sejak kecil sudah dekat dengan dunia pesantren, mengikuti casting atas saran seorang temannya yang pelukis. “Seorang teman pelukis dari Bulungan mengatakan tokoh Azzam cocok dengan saya. Kebetulan Kakek saya adalah pimpinan Pondok Pesantren Al Masyhudi di Pasuruan, jadi dengan mengucapkan bismillah saya ikut audisi KCB dan alhamdulillah terpilih memerankan Azzam,” katanya.

Ia pun bersyukur karena film KCB ia bisa menginjakkan kakinya di Aceh, provinsi yang baginya mempunyai daya magis tersendiri. Bersama dua rekannya Oki dan Meyda Sefira ia pun mengunjungi beberapa tempat wisata di Aceh termasuk mencoba kulinernya. “Banyak sekali hal unik yang bisa didapat di Aceh, seperti Tari Saman dan kopi Uleekareng. Kemarin saya nyobain duren Aceh, rasanya enak dan khas sekali, beda dengan durian di daerah lain,” cerita Cholidi.

Mimpi terwujud
Sebelum mengunjungi Aceh, Cholidi sudah mendengar banyak cerita tentang Aceh, terutama tentang musibah tsunami dari salah seorang sahabatnya, Wawan. “Dari Wawanlah saya banyak tahu tentang Aceh, dan lima tahun kemudian saya ada di sini, mimpi saya mengunjungi Aceh terwujud,” ceritanya.

Ia, Oki dan Meyda merasa puas bisa mengunjungi fans mereka di Banda Aceh. Walaupun di Banda Aceh tidak ada bioskop, tapi tetap ada jalan keluar dengan memutar film di Gedung Chik di Tiro. Penontonnya tidak kalah antusias dengan tempat lain. “Kami bangga bisa ke Aceh yang merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang bisa menerapkan syariat Islam,” sepakat mereka bertiga.

Saat ini, mereka mengaku akan konsentrasi ke KCB karena akan ada KCB dua. “Kontrak KCB hingga akhir tahun dan masih akan ada KCB dua. Pada pembuatan KCB pertama kami syuting selama 35 hari di Kairo. Film KCB adalah satu-satunya film asing yang berhasil syuting di Universitas Al Azhar Kairo,” kata Cholidi.

Ketika ditanya batasan seperti apa yang diterapkan Cholidi dalam menerima tawaran peran bila dihadapkan dengan naskah yang mengharuskannya beradegan mesra, ia menegaskan semua berpulang kepada prinsip awal. “Pernah waktu itu saya nanya Bang Dedy Mizwar, beliau bilang untuk berakting mengungkapkan rasa sayang, tidak harus pegangan tangan, atau pun berciuman dan pelukan, misalnya. Rasa sayang bisa diungkapkan dengan cara lain, tanpa sentuhan pastinya,” ujar penerima beasiswa Al Azhar Jakarta ini.(ami/dwi)

Akses m.serambinews.com dimana saja melalui browser ponsel Anda.


Klik Duit Untuk Anda


Domain free Anda

Next
Previous
Click here for Comments

0 komentar: