JK Janjikan Amandemen UUPA

BANDA ACEH - Undang-undang No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), hingga kini dilaporkan masih belum dapat diterapkan seutuhnya di Aceh, mengingat sejumlah aturan pelaksanaannya belum ada. Bahkan, UUPA yang lahir pascakesepakatan damai (MoU) Helsinki 2005 lalu itu, masih perlu diamendemen.

Sehubungan dengan itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dalam kapasitasnya selaku calon presiden (capres), yang Sabtu (13/6) kemarin, melakukan kampanye dialogis di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, berjanji jika terpilih sebagai Presiden RI nanti siap memperjuangkan proses amandemen UUPA.

“Kalau memang ada yang belum dimasukkan saya kira masih bisa dilakukan. Yang penting Aceh ini harus damai. Maka kalau ada keinginan untuk mengandemen UUPA, ya tidak masalah kalau itu memang diperlukan. Kan di dunia ini yang tidak boleh diubah Quran dan Hadis, selain itu semua bisa kita ubah karena buatan manusia,” katanya yang mendapat aplus para hadirin.

Bahkan, JK juga berjanji ia akan tetap terus menjaga perdamaian Aceh ini. “Saudara-saudara tidak perlu ragu, kapan pun dan dalam keadaan apa pun saya akan tetap menjaga proses damai Aceh ini. Aceh bagi orang Bugis adalah saudara yang tidak bisa dipisahkan dan memiliki benang sejarah yang masih kental. Maka Aceh bagi saya bagian yang tak terpisahkan,” katanya.

Menurut JK, semua PP yang menyangkut dengan UUPA dan Sabang saat ini sedang dibahas di Jakarta antar departemen. “Saya sudah minta sebelum pemerintahan ini berakhir semua PP tersebut sudah lahir. Dan bila nanti ini tidak juga siap, maka bila kami terpilih menjadi presiden nantinya akan kita selesaikan. Karena semua ini penting demi negeri dan bangsa ini,” kata JK yang mendapat aplus 1.000 hadirin yang menghadiri kampanye dialogis itu.

Proses damai
Dalam kampanye dialogis yang dihadiri pengurus DPD Partai Golkar Aceh, segenap Tim Kampanye Daerah (Tim Kamda) JK-Wiranto, dan tokoh-tokoh masyarakat Aceh itu, Jusuf Kalla memaparkan panjang lebar seputar latar belakang berakhirnya konflik Aceh dan dicapainya kesepakatan damai antara Pemerintah RI dan pimpinan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki pada 15 Agustus 2005 lalu.

Menurut JK, dalam proses perjanjian damai itu dirinya terpaksa bagaikan berjalan sendiri, karena setiap masalah yang dirundingkan dalam dalam perdamain “pemimpin” dan “presiden” menolak menandatanganinya, seperti soal partai lokal. “Coba periksa, tak ada tanda tangan siapa pun kecuali tanda tangan saya di dalam perjanjian perdamaian Helsinki itu. Saya pernah minta untuk ditandatangani soal pendirian partai lokal, akan tetapi presiden tidak mau. Akhirnya, saya yang menandatangani dengan segala risiko. Dan itu saya lakukan setelah 10 kali membacakan Surat Yassin bersama istri saya,” paparnya.

Bahkan, JK menyatakan presiden hanya manggut-manggut saat dilapori soal perkembangan perundingan damai Aceh. “Semua yang saya lakukan terkait perundingan damai Aceh itu, sepengetahuan Presiden. Dan, itu saya laporkan. Waktu saya laporkan, beliau biasanya manggut-manggut. Pemimpin itu cukup mengangguk-angguk saja. Presiden kita bagus karena tidak pernah menolak, meskipun juga tidak pernah memberikan pengarahan (soal perundingan),” ungkap JK yang meminta wartawan untuk tidak salah kutip karena semua itu atas persetujaun presiden pihaknya lakukan.

JK juga menceritakan peranan SBY saat pemberlakuan Darurat Sipil di Aceh. Sebaliknya, ia juga seperti mengklarifikasi siapa yang menandatangani Darurat Sipil di Aceh pada waktu itu. “Bukan kami (yang keluarkan). Kami waktu itu Menko Kesra. Ada teman saya yang meneken darurat sipil waktu itu. Kalau Pak Wiranto (pasangannya sebagai cawapres), justru yang mencabut status Daerah Operasi Militer (DOM), dan minta maaf kepada seluruh masyarakat Aceh,” katanya.

JK menyatakan dirinya maju sebagai Capres bersama Cawapres Wiranto kali ini dengan sebutan pasangan Nusantara ini sebuah upaya untuk merubah paradigma lama yang selama ini berkembang di tengah masyarakat negeri ini. “Tradisi yang terjadi selama ini, kan orang yang jadi presiden itu dilihat di mana ia lahir dan bukan kemampuan si calon itu. Saya bersama Wiranto ingin merubah tradisi ini. Mungkin tahun 2009-2014, saya sebagai orang Sulawesi menjadi presiden. Maka tak tertutup kemungkinan tahun 2014 orang Aceh menjadi presiden di negeri ini,” katanya.

Dalam kunjungannya ke Aceh, JK dan rombongan yang didampingi Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, juga melakukan kunjungan silaturrahmi ke Kantor Pusat Partai Aceh serta berdialog dengan sejumlah pimpinan partai pemenang pemilu legislatif di Aceh itu, seperti Muzakir Manaf dan lain-lain.(sup)

Akses m.serambinews.com dimana saja melalui browser ponsel Anda.


Klik Duit Untuk Anda


Domain free Anda



Next
Previous
Click here for Comments

0 komentar: